Tidak terasa hari berlalu begitu cepat dan hari inilah saya harus memeriksa tes siswa angkatan 2016 untuk terakhir kali. Tiga tahun mereka mengenyam ilmu di sini, namun saya baru mengenal mereka satu tahun terakhir karena saya selalu menjadi guru terakhir bagi siswa MTs. Negeri ini, semua serba terakhir.
Terakhir pun yang saya harapkan akan tugas saya sebagai kesiswaan. Mengurus siswa bukanlah perkara mudah. Dengan seluruh kompleksitasnya, saya sangat berharap ini terakhir kali saya mengurusnya. Bukan karena faktor lain, tapi saya merasa bosan dan harus diganti,
Post power syndrom adalah hal yang paling saya takutkan ketika seseorang terlalu lama duduk diposisi tertentu. Sindrom berkuasa, sindrom mengatur, sindrom menjadi orang yang paling harus dihormati. Sindrom ini mampu membutakan mata dan membuat kita apatis terhadap semua kebenaran kecil sekalipun. Sindrom ini pun mampu menafikan semua potensi yang berada disekitar kita. Sindrom ini sangat berbahaya apalagi bagi saya yang terkenal dengan karakter pemarahnya. Saya berfikir, kalau seandainya saya menjadi kesiswaan lagi, maka saya akan menjadi monster yang sangat menakutkan sehingga saya pun tidak mampu mengenali saya sendiri lagi.
Menduduki sebuah jabatan adalah keinginan semua orang yang tidak menjabat, itu konsep dulu yang pernah terbersit dalam hati. Namun sekarang, menjadi nothingitu lebih baik. Ada amanah sebesar gunung yang mesti kita pertanggungjawabkan sebagai seseorang. Menjadi orang biasa pun kita memiliki beban besar apalagi menjadi orang lebih dari biasa. Perlu disyukuri menjadi Wakil adalah keluarbiasaan namun keluarbiasaan itu mengandung konsekwensi super luar biasa.
Konsekuensi itu akan panjang ceritanya. ketika resign pun, dan digantikan oleh orang yang lebih baik, kita pun masih harus mempertanggungjawabkan semua yang pernah kita lakukan. Kebanyakan dari kita akan berkata, “itu bukan zaman saya” atau “saya tidak menjabat waktu itu” atau berdalih “saya tidak ikut andil dalam hal itu” semua serba berkelit. Namun fakta tidak akan pernah mampu direkayasa, kita pun tahu tidak perlu diberitahupun karena kebenaran itu selalu ada dihati dan mendorong air muka wajah untuk menunjukanya. Tidak terbayang seandainya 10 tahun menjabat, maka 10 tahun kemudian kita harus bertanggung jawab. Malahan saya berfikir, rumus pertanggung jawaban itu seperti rumus faktorial yakni tahun kita menjabat berpangkat durasi kita menjabat, 10 tahun pangkat 10 tahun, pasti sangat membuat kita enek menghitungnya apalagi bagi saya yang dapat nilai 4 untuk NEM Matematika Aliyah.
Terakhir saya berharap ini terakhir. Terakhir kepala saya pusing juga terakhir punggung saya sakit. Saya tidak bermaksud berdoa bahwa agar ini umur saya yang terakhir. Karena saya sadar bahwa saya masih harus mempertanggungjawabkan rumus faktorial tadi. Semoga Allah mendengar dan juga orang membaca sehingga tidak menarik aku lagi dalam rumus faktorial yang semakin panjang. Semoga ini menjadi akhir dari terakhir yang indah.
Semangat donk...!!
ردحذفإرسال تعليق