Ini adalah tulisan ke dua Maya. Maya sang kaligrafer, sekarang mulai mencintai menulis. Menulis bisa menjadi ekspresi kegelisahan bisa juga menjadi ekspresi kebahagiaan. Menulis adalah mengenai jati diri. Jati diri yang selalu berjuang mengalahkan semua rintangan. Karena rintangan akan selalu besar bagi yang malas memulai. Selamat Maya. Tetaplah seperti kasrah agar kelak domah itu indah!
Pertama kali saya mengenal dunia kaligrafi yaitu pada saat saya berada di kelas 5 SD. Awalnya saya diajak teman untuk latihan. Tapi lama kelamaan saya menjadi nyaman dengan hal yang baru saya lakukan itu. Namun, bodohnya kami tak lama latihan kami pun terhenti. Padahal saat itu sedang ramai perlombaan antar sekolah. Saya pun diminta pihak sekolah untuk mengikuti perlombaan kaligrafi. Tanpa diberi waktu lama, lusanya saya harus pergi lomba.
Hari itu pun tiba. Dengan rasa cemas dan tak yakin, saya menyelesaikan perlombaan. Saya pulang tanpa mengharapkan apapun. Tapi Allah SWT berkehendak lain. Saya ternyata juara. Pada saat itu, saya merasakan kegembiraan yang berbalut kebingungan. Karena saya tidak tahu saya harus bagaimana. Pihak sekolah hanya memberi tahu hari keberangkatan dan info seputar lomba.
"May, nanti Maya lomba di Cidaun." ujar official. Saya hanya bisa menjawab
"Iya pak". Dan terdiam lalu bertanya
"Pak, untuk alat-alat bagaimana?" Tanya saya.
"Untuk alat-alat sudah di sediakan disana jadi tidak perlu bawa apa-apa". Jawabnya.
"Oh, iya pak" jawab saya singkat.
Pada saat itu saya masih sangat awam sekali dalam dunia kaligrafi hingga saya hanya meng-iya kan saja apa yang dikatakan oleh official.
Hari yang ditunggupun tiba. Dari awal pemberangkatan menuju lokasi lomba saya sudah mengalami kendala yakni hujan yang sangat deras. Dengan terpaksa saya harus menghentikan perjalanan hingga hujan reda. Setelah hujan sedikit reda, saya melanjutkan perjalanan. Dengan nafas terengah-engah dan badan menggigil akhirnya saya sampai di tempat tujuan. Rasa cape yang belum lama saya rasakan pun sudah ditemani dengan perasaan kaget dan ingin menangis. Karena ternyata alat yang disediakan oleh tuan rumah hanya media lukis saja dan untuk yang lainnya itu dari pihak masing-masing. Dengan rasa cemas dan bingung saya bilang kepada official. Lalu saya hanya diberi 2 buah spidol berwarna hitam dan biru. Dengan rasa kecewa saya menyelesaikan perlombaan itu. Saya pulang dengan rasa kecewa yang sangat mendalam.
Kesulitan-kesulitan itu pun terulang saat saya mengikuti AKSIOMA tingkat kabupaten. Hari-hari sebelum menjelang lomba saya persiapkan. Saya berlatih khat dan desain meskipun pada saat itu saya belum mengetahui JUKNIS yang asli. Saya gelisah karena setiap latihan medianya selalu berubah-ubah.
Akhirnya saya mendapatkan JUKNIS yang asli dalam waktu 3 hari sebelum lomba. Hari pertama saya gunakan untuk merubah media, desain, dan khat. Hari ke dua seharusnya saya gunakan untuk latihan kembali. Tetapi, sekolah mengadakan tour ke salah satu tempat. Hari ke tiga saya gunakan waktu dengan sebaik mungkin untuk latihan. Karena sebenarnya saya memiliki kelemahan yaitu lambat. Dan ternyata selama saya pergi tour Guru saya terus mencari cara agar saya bisa menyelesaikannya dalam waktu 2 jam. Akhirnya saya berlatih dengan tehnik yang telah diberikan oleh Guru saya hingga larut malam.
Pagi telah tiba, matahari terbit dengan pancaran sinarnya yang Indah. Saya pun bergegas untuk pergi ke lokasi lomba. Dengan perasaan cemas saya pun sampai di lokasi. Saya bertemu dan berkenalan dengan saingan-saingan saya. Tidak sedikit pelatih dari mereka menanyakan identitas saya pada saat saya mengeluarkan karya Guru saya untuk mengingat desain. Banyak yang menanyakan karya tersebut.
"Neng, itu karya siapa? " tanya salah satu pelatih.
"Karya Guru saya pak. " jawab saya.
Setelah beliau mendengar jawaban saya karya tersebut di lempar kehadapan saya dan berkata "Kirain karya sendiri " ujarnya lalu pergi.
Pelatih lain yang masih ada di sekitar saya pun tertawa. Saya merasa tak nyaman dengan perkataan Bapak tadi. Tapi saya pikir ini saatnya saya membuktikan kepada mereka bahwa saya pasti bisa. Perlombaan pun selesai sebagian pelatih pun menghampiri saya dan berkata
"Sukses Neng" saya hanya bisa tersenyum bahagia saat mendengar hal itu.
Dan saya pun resmi dinyatakan juara dan akan melanjutkan ketingkat provinsi.
Saya kembali mempersiapkan semuanya meski latihan saya tidak konsisten karena seringkali ganti golongan dan media. Akhirnya pihak sekolah memberi juknis 2015 dan ternyata golongan kontemporer dengan media kanvas. Mendengar hal itu saya terdiam dengan raut wajah bingung.
Saya konsultasi dengan Guru saya dan terus berusaha untuk berlatih satu hal yang baru. Hari-hari saya digunakan untuk latihan. Hari menuju lomba sudah mulai dekat namun saya belum mempunyai Juknis. Saya bingung karena entah apa yang harus saya persiapkan untuk nanti. Tapi karena sudah semakin dekat saya membeli peralatan yang tertera di juknis 2015. Satu hari sebelum pemberangkatan saya maksimalkan untuk latihan. Dan untungnya juknis pun telah diberikan tepatnya pukul 11.30 WIB oleh pihak sekolah. Setelah Guru saya membacanya beliau terkejut ternyata media & peralatan yang sudah saya siapkan jauh-jauh hari itu salah. Saya pun ikut terkejut dan merasa kecewa. Sisa waktu yang tersisa itupun saya gunakan dengan sebaik mungkin.
Esok pagi saya pergi menuju lokasi penginapan. Sesampainya di penginapan saya istirahat sejenak. Ketika malam tiba saya gunakan untuk latihan. Saat sata sedang asyik latihan banyak yang menghampiri saya dan memberi masukan dan menghampiri saya. Ada juga yang menyuruh saya untuk mengganti warna dan bentuk dari lukisan yang sudah saya siapkan. Saya bingung dan down pada saat itu dan hampir ingin menangis. Esok pagi official menelpon Guru saya dan saya pun menceritakan kejadian malam itu. Guru saya memberi semangat dan masukan kepada saya. Hari yang saya cemaskan pun tiba dan saya kembali menyelesaikannya dengan kekalahan. Kekalahan yang saya alami ketika mengikuti lomba pun belum selesai.
Ketika saya memiliki keinginan untuk mengikuti MTQ. Saya menderita penyakit kuman air hingga saya tidak bisa latihan selama kurang lebih satu Bulan. Saya cemas dan hampir putus asa. Karena bagaimana saya bisa mengikuti lomba jika saya tidak latihan. Syukurlah Alloh swt memberi kesembuhan untuk saya hingga saya bisa latihan kembali. Ternyata seleksi kecamatan sudah dekat dan saya tidak yakin untuk mengikutinya. Tapi dengan tekad yang kuat saya pun bisa menyelesaikannya. Saya diberi kepercayaan untuk mewakili Ciranjang ke tingkat kabupaten. Saya kembali latihan mempersiapkan semuanya. Sebenarnya saya tidak yakin karena ini adalah pertama kalinya saya mengikuti MTQ. Beberapa hari sebelum lomba saya sudah mendapatkan bocoran soal dan Juknis. Tapi ternyata ada yang berbeda dari sebelumnya yaitu khat akan ditentukan saat perlombaan. Saya bingung dan cemas sekali karena takut akan kegagalan.
Sisa waktu yang ada, saya gunakan untuk latihan semaksimal mungkin. Tiga hari sebelum lomba saya latihan hingga larut malam. Bahkan sampai menginap di kediaman Guru saya. Hari yang menegangkan pun tiba. Saya berlomba dengan tenang walau gemetar. Karena saingan-saingan saya adalah orang dewasa bahkan ada yang sudah berkeluarga. Tapi dengan perjuangan yang saya lakukan akhirnya saya bisa mempersembahkan perak untuk kecamatan Ciranjang.
Setiap jln menuju kesuksesan selalu ada sj rintangannya.Adanya kemampuan,kemauan,keberanian,dn kesabaran itulah jln mnju ksksesan.Lanjutkn Maya!
ردحذفNuhun, supportnya untuk pengembangan literasi anak. loveU
حذفإرسال تعليق