Rubrik CSA: Perjalanan Ramadhanku (Oleh Dina Alifa Mauludiyah)

“Perjalanan Ramadhanku” Oleh Dina Alifa Mauludiyah


Ini adalah bulan Ramadhan yang begitu kurindukan. Kenapa? Karena dibulan ini, banyak sekali peristiwa yang menghiasi hatiku ini, sampai-sampai aku menjadi sangat rindu kepadanya. Aku selalu rindu bagaimana suara mengaji tanpa henti setiap malam di masjid. Aku juga rindu suasana salat isya di sertai salat sunat tarawih berjamaah di masjid. Aku juga rindu lantunan shalawat pada saat sebelum sahur ataupun sesudahnya. Aku sangat kangen salat subuh berjamaah di sertai kulsub atau kuliah subuh dimasjid dan masih banyak lagi. Bagiku,bulan ini adalah bulan yang selalu aku tunggu-tunggu selama 11 bulan.

Aku masih ingat ketika aku duduk di bangku kelas 1 Sekolah Dasar (SD). Umurku baru saja 6 tahun. Saat itu aku baru diperkenalkan oleh orangtuaku dengan yang namanya puasa. Yang aku tahu saat itu, puasa itu tidak makan/minum dari habis imsak sampai waktu bedug maghrib ditabuh. Dulu, saya masih belum kuat untuk berpuasa.  Waktu itu, aku mampu berpuasa penuh sekitar separuh bulan. Yang separuhnya, saya puasa setengah hari. Lalu, saat kelas 2 SD, Alhamdulillah ada sedikit peningkatan dari sebelumnya, yaitu hanya 3 hari saja yang puasa setengah hari. Aku masih ingat juga, saat aku berbuka puasa waktu dzuhur dulu. Aku makan 1 buah jeruk dan segelas air putih, hehehe. Waktu begitu cepat silih berganti. Hingga akhirnya, saat aku mulai kelas 3 SD, alhamdulillah aku bisa menjalankan puasa sehari penuh (full) selama 1 bulan, dan saat itupun saya hampir-hampir menyerah gara-gara cuaca saat itu panasnya sangat menyengat. Namun orangtua ku berjanji akan memberikan hadiah sepeda lipat kalau aku bisa menyelesaikan puasa penuh selama sebulan. Dan alhamdulillah, aku berhasil. Selain itu sebuah sepeda lipat pun aku dapat, hehehe. Maklum masih anak-anak, pikirannya masih polos.

Baru menginjak kelas 4 SD, aku diajak oleh nenekku  berangkat ke masjid untuk menunaikan salat subuh berjamaah dan kuliah subuh. Setiap bulan Ramadhan, masjid yang berada 5 langkah kaki dipinggir rumahku itu selalu ramai didatangi para jemaah ibu-ibu, bapak-bapak, remaja, serta santri dan santriwati Ponpes Al-Ihya dan Al-Islam . Dan benar saja, kali ini subuh pertama di bulan Ramadhan mencapai 7 shaf, yaitu 4 shaf dari laki-laki dan 3 shaf dari perempuan. Setelah salat subuh berjamaah, dilanjutkan dengan penyampaian jadwal ceramah para Ustad yang disampaikan oleh Bpk. Yayat Spd. Lalu setelahnya, pembukaan kuliah subuh di sertai ceramah yang disampaikan oleh MUI Ciranjang. Biasanya, kulsub atau kuliah subuh itu tidak terlalu lama, waktunya mulai dari setelah salat subuh berjamaah, paling lama sampai jam 6 pagi.

Sebagian besar kegiatanku di saat bulan Ramadhan terus berulang seperti itu. Mungkin sesekali orangtua ku mengajak kami semua untuk berbuka di luar. Namun, dibalik itu ada seorang nenek yang selelu menasehati bahwa bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah dan penuh dengan ampunan. Ia menganjurkan bahwa kami harus banyak-banyak berada di rumah dan di masjid untuk beribadah kepada Allah serta membantu orangtua.

Kejadian demi kejadian dimasa lalu itu, kalau aku ingat - ingat sekarang, yaa kadang lucu, menyenangkan, campur aduk pokoknya, hehehe. Namun 1 hal yang pasti, itulah cara orangtua ku mendidik anak-anaknya dalam mengenalkan rukun Islam Ketiga dan keempat, yakni berpuasa Ramadhan tak lupa juga dengan membayar zakat fitrah.

Namun, Ramadhan tahun ini sedikit berbeda dari sebelumnya. Subuh kemarin, tepatnya pada hari pertama puasa. Aku membuka handphone yang tergeletak bersama dengan Handphone mamaku. Kemudian, aku membuka pesan WhatsApp yang telah tertumpuk sampai 78 pesan. Tangan ini bergegas membuka salah satu grup yang bertuliskan "English 9 M3C 2017". Ternyata, pesan itu dari guru bahasa inggris terfavoritku, bu E Elis Aisah yang berisi

“helo....anak2ku...ini romadon terakhir kita bersama. Setelah romadon ini kalian pasti sibuk jadi siswa putih abu yah”.

Ini merupakan Ramadhan terakhirku bersama para guru dan sahabat yang ada di MTsN 3 Cianjur. Setelah membaca kalimat demi kalimat yang muncul di layar Handphone yang hanya berukuran beberapa cm saja, hatiku menjadi sedih. Walaupun hanya lewat WhatsApp, tapi indahnya sangat luar biasa. Rindu yang menggebu ini bisa tersalurkan walaupun tak berujung temu. Mudah-mudahan suatu hari nanti Allah mempertemukan kita kembali di tempat yang lebih indah. Amin.

1 تعليقات

  1. Walaupun sudah tidak berada di MTsN Cjr ini semangat menulis itu terus menggelora.Bahkan harus lebih bagus. Ingat, seseorang jadi ahli itu karena sudah terbiasa, termasuk menulis juga. Menulis sebuah profesi yang harus terus-menerus diasah. Ibarat sebuah pisau jika ingin tajam harus terus diasah.

    ردحذف

إرسال تعليق

أحدث أقدم

المتابعون

إجمالي مرات مشاهدة الصفحة