Saya sangat terpikat dengan berita PR yang menyebut 1.400 rumah untuk Guru PNS akan dibangun (Pikiran Rakyat, Sabtu 24/03/2018). Berita ini sangat mengembirakan bagi seluruh PNS khususnya yang berada di Kora Bandung. Sebagai kebutuhan primer, memiliki sebuah rumah mutlak diperlukan oleh semua orang juga guru. Namun demikian, berita ini juga pasti mengundang kecemburuan profesi lain. Guru sekarang adalah profesi yang sangat menjanjikan. Segala peraturan mendukung untuk kesejahteraan guru. Tunjangan professional atau sertifikasi, tunjangan uang makan bagi guru PNS Kemenag dan beberapa guru Kemendikbud serta tunjangan lain, sekarang telah melekat dengan profesi Guru. Guru pun sekarang memilik banyak kemudahan dalam perbankan dan perkreditan.
Kita sebagai guru tentunya patut mensyukuri kemudahan tersebut. Namun tidak ada salahnya kita mawas diri karena dibalik semua kemudahan itu pasti terselip beban kerja yang sangat tinggi. Peraturan Disiplin Pegawai No. 53 Tahun 2010 begitu ketat mengatur ASN. Finger print telah diterapkan di beberapa Sekolah dan juga Madrasah. Malahan ada wacana mengganti finger print dengan face scanning sebagai alat untuk meningkatkan kedisiplinan guru. Selain itu, kita juga dituntun untuk lebih professional dengan adanya sistem Penilaian Kinerja Guru (PKG) yang membidik empat kompetensi yakni padagogik, kepribadian, sosial dan professional. Nilai PKG ini tentu sangat berhubungan erat dengan Sasaran Kerja Pegawai (SKP) yang akhirnya berkaitan dengan pembayaran tunjangan sertifikasi.
Sistem penilaian akreditasi Sekolah dan Madrasah yang semakin tinggi dengan dilansirnya Permendikbud No. 003/H/AK/ 2017 tentang Kriteria dan Perangkat Akreditasi SMP/MTs semakin menambah daftar keharusan Guru untuk meningkatkan kualitas dan kinerjanya. Malahan di lingkungan Kemenag, audit kinerja yang langsung dinahkodai oleh para auditor dari Inspektorat Jendral Kemenag Pusat sangat membuat perasaan ketar ketir. Para auditor ini diharuskan memeriksa seluruh administrasi guru dan siap dengan hasil temuan mereka yang mampu memberikan sanksi berupa pengembalian tunjangan sertifikasi kepada Negara. Sungguh hukman yang sangat memberatkan karena kita pasti telah menggunakan tunjungan itu untuk kebutuhan sehari-hari.Oleh karena itu, sedari dini kita seyogyanya kembali mengencangkan ikat pinggang layaknya tahun 2000-an sebelum adanya tunjangan sertifikasi. Kita juga semestinya tidak terlena dengan seluruh fasilitas yang kita miliki karena dalam hak itu terkandung kewajiban yang tinggi pula. Kita juga mungkin harus siap-siap dirumahkan tatkala, kita sebagai guru tidak mampu meningkatkan kemampuan diri dan kemampuan professional.
Mudah2an tdk hanya dibangun rumah di dunia,tapi di akhirat juga.Amin.
ردحذفإرسال تعليق