Azri kembali menulis. Ini adalah tulisan ke tiga nya. Tulisan pertama Azri dengan judul Di Bawah Naungan Kampus Biru telah dibaca oleh lebih dari 130 kali. Tulisan yang ke dua berjudul Sulit Untuk Dihargai telah dibaca sebanyak 78 kali. Azri nampaknya telah menemukan fashionya. Teruslah menulis, anaku. Semoga ini jadi pelipur kegelisahan jiwamu!
Hari-hariku kini sering dilanda kesedihan dan juga rasa cemas yang sulit ku hilangkan. Bagaimana tidak, aku selalu teringat dengan Bapakku yang sedang sakit. Mungkin kata sakit memang sudah tak aneh dalam sebuah kehidupan. Namun sakitnya kali ini memang berbeda dengan sakit-sakit yang pernah Bapakku alami sebelumnya. Sakitnya kali ini sering memaksaku untuk mengeluarkan air mata, meskipun selalu ku sembunyikan
Hari-hariku kini sering dilanda kesedihan dan juga rasa cemas yang sulit ku hilangkan. Bagaimana tidak, aku selalu teringat dengan Bapakku yang sedang sakit. Mungkin kata sakit memang sudah tak aneh dalam sebuah kehidupan. Namun sakitnya kali ini memang berbeda dengan sakit-sakit yang pernah Bapakku alami sebelumnya. Sakitnya kali ini sering memaksaku untuk mengeluarkan air mata, meskipun selalu ku sembunyikan
Aku masih ingat. Bapakku sakit tepatnya ketika sehari setelah Beliau berangkat kembali bekerja di Jakarta. Selepas maghrib tiba-tiba Ayahku menelepon dengan nafas terengah-engah dan terasa sesak. Saat ditelepon Bapakku berujar dengan sangat singkat. Dengan suara parau, Beliau memintaku untuk mendo'akannya. Beliau merasa ada yang aneh dalam dirinya. Kepalanya terasa amat sangat berat, dan seakan-akan ada yang menghimpit punggungya. Sontak saja aku sangat panik mendengar hal itu. Aku pun lari tergesa-gesa untuk memberitahu ibu. Beliau hanya bisa menangis ketika sedang menelepon. Dan aku hanya menahan air mata yang sudah mulai terasa basah. Selepas perbincangan antara Bapak dan Ibu di telepon, aku langsung menanyakan apa yang terjadi. Kembali, ibuku hanya berpesan untuk mendo'akan bapak. Namun, setelah Ibu sudah bisa menenangkan diri, akhirnya Ibu bercerita.
Tidak lama waktu berselang, dengan rasa cemas, akhirnya Bapakku kembali menelepon. Beliau memberitahukan kami bahwa Bosnya telah mengajaknya ke dokter. Namun Dokter di sana menyatakan negatif, tidak ada satu pun penyakit terdeteksi. Aku sangat cemas, gelisah dan sedih mendengarnya. Aku merasakan kesedihan yang teramat dahsyat. Sedih semakin menjadi manakala aku tidak berkuasa untuk melakukan apapun. Doa yang kupanjatkan belum lah cukup, namun itulah satu-satunya yang aku bisa. Aku berusaha memenuhi malam-malamku ku dengan panjaatan doa untuk kesembuhan Bapaku tercinta. Aku tak kuasa menahan tangis tatkala aku mengucapkan kata I’syfiuntuk Bapakku yang begitu menyayangiku.
Selepas kejadian itu, akhirnya Bapakku memutuskan untuk pulang. Rasa cemas kembali datang, karena bapakku memberi kabar bahwa rasa pusing yang amat berat kembali terasa ketika berada di dalam bus. Namun alhamdulilah Bapakku bisa pulang dan sampai ke rumah dengan selamat. Raut gembira aku rasakan dengan kehadiran Bapakku sebagai pelengkap keluarga.
Namun, ketika maghrib berkumandang, Bapakku kembali merasakan kesakitan. Bapak menahan rasa sakit sambil bibirnya basah melantunkan ayat-ayat Al-Qur'an. Hatiku Basah. Namun Bapakku terasa amat segar dan bahagia ketika menyambut waktu subuh. Siang menjelma, Ayah dan Ibu memaksimalkan ikhtiar dengan melakukan pengobatan. Namun Allah belum mengizinkan kesembuhan Ayah melalui pengobatan tadi. Kembali rasa pusing yang berat dan rasa sesak di dada menimpanya. Mataku kembali berkaca-kaca dan ku palingkan wajahku agar Bapaku tidak melihat linangan air mataku jatuh.
Rasa cemas dan sedih ini sulit dihilangkan. Aku selalu merasa limbung. Anganku merasa melayang. Kemanapun dan dimanapun, aku ingat Bapak. Aku pun jadi sedikit tidak berkonsentrasi dalam belajar. Terkadang beberapa temanku memperhatikanku dan sesekali bertanya kepadaku tentang mengapa aku sering melamun beberapa hari ini. Aku hanya bisa menjawab seakan-akan tak ada yang terjadi. Saat istirahat di sekolah, aku menyempatkan diriku untuk solat duha agar menghilangkan sedikit rasa cemas dan sedih yang tertanam amat dalam di hati ini.
Ayahku semakin sakit. Namun ia tidak pernah memperlihatkanya. Para tetangga tentu tidak akan mengetahuinya karena Ayah selalu berusaha tegar. Ketika penyakitnya kembali menerjang, Ayahku tidak berdaya. Kami menagis. Penyakit ayah inilah yang membuat Nenek menangis pilu. Ibu dari Ayahku itu selalu tidak mampu menahan air mata yang mengalir deras ketika Ayah, anak kesayangannya, meringis kesakitan.
Namun, ikhtiar tidak pernah lepas kami lakukan. Tempat pengobatan manapun pun selalu Ibu dan Ayah kunjungi. Ruqyah dan bekam pun Ayah jalankan demi kesembuhan. Ayah memuntahkan darah. Namun, Allah masih menyayangi Aku. Setelah seminggu pengobatan itu, akhirnya Bapak, Ibu, dan Adik-adikku kembali pulang ke rumah. Melihat wajah Bapak dari kejauhan hatiku menangis bahagia. Sekarang, banyak perubahan positif pada Bapakku meskipun sesekali penyakit itu datang. Aku hanya berdo'a dan berharap agar Bapakku bisa kembali sehat seperti semula serta bisa kembali bekerja. Semoga Yang Maha Pemberi Kesehatan bisa meberi kesehatan untukmu, wahai Bapakku! Cepatlah sembuh, Bapak! Aku menyayangi mu!
Catatan Editor:
Untuk Ayahku yang juga sedang sakit, Semoga Allah segera mengangkat penyakitmu! Semoga kita masih bisa bertemu! Aku akan ceritakan kepadamu perihal cucumu! Ayah, anak mu yang pengecut ini, berbisik dari kejauhan “Maafkan aku”.
semoga ya Alloh, engkau menguatkan hati hambaMu...safakillah ayah azri...kamu anak yang hebat
ردحذفإرسال تعليق