Salam! Ini bukan hari senin tapi saya beberapa hari kedepan akan memposting tulisan teman-teman saya. Hal ini saya lakukan karena saya sedang tidak punya ide untuk mengisi blog saya ini. Nadzar saya untuk menulis One Day One writing mentok karena ada keinginan yang lebih besar. Saya lagi jatuh cinta dengan membaca. so menulisnya kita rehat dulu. Selain itu, email dan Whatsapp saya penuh dengan kiriman tulisan dari kawan-kawan. Jadi kita nikmati dulu tulisan mereka yah. Temen-temenku ini mulai keren-keren tulisannya. Saya sangat bahagia. so kita baca tulisan kembaranku yang satu ini yah. Lilis Rahmah Hasanah, sang pecinta angka yang mulai melankolis heheh.
***
Pagi itu sambil menghirup udara segar dengan sinar matahari yang masih malu untuk keluar dari persembunyiannya, saya duduk di kursi depan rumah orang tua saya di Salakopi, dengan menghadap pot-pot bunga yang saat ini masih menghijau segar. Tak sengaja saya pun melirik sebuah tangga rumah tempat naik dan turun jalan utama masuk keluar rumah kita semua. Namun tanpa terasa dengan melihat tangga itu air mata pun turun karena teringat Umi (itulah sebutan ibu saya) yang kini telah tiada. Padahal sesungguhnya pada saat itu yang didera sakit adalah saya, namun apa dikata Alloh berkehendak lain. Alloh memanggil kembali umi kepada kehidupan kekekalan dan keabadian.
Pada hari itu bagaikan petir menyambar keseluruh tubuh dengan tiba tiba umi yang kita sayangi telah dipanggil yang Maha Kuasa. Kejadiannya begitu cepat bagaikan debu terhembus angin yang dengan sekejab menghilang. Tidak ada tanda-tanda kalau Umi yang kita sayangi akan begitu cepat meninggalkan kita semua karena sebelum meninggal beliau hanya merasakan sesak nafas yang sudah biasa dideranya disaaat jantungnya kambuh. Namun malam itu merupakan malam terakhir bagi kita semua. Di saat beliau merasakan kesakitan dengan nafas yang begitu sesak dan terbata bata beliau mengucapkan kata “Maafkan Umi, maafkan umi, maafkan umi “. Malam yang sedih itu berlalu sampai datangnya kumandang adzan shubuh. Dengan datangnya fajar besar harapan kami umi akan sembuh. Tapi sayang pagi itu umi masih merasakan sesak nafas yang disertai suara aneh yang keluar dari setiap hela nafasnya. Pada akhirnya kami pun memutukan untuk membawa umi kami ke RS agar umi kami diberi oksigen dan perawatan yang lainnya.
Pada saat akan dibawa ke RS dengan menggunakan kursi roda suara merdunya masih terdengar lantang walaupun disertai nafas yang tersendat sendat. Namun dalam hitungan menit, di saat kami menurunkan kursi roda dari tangga, tiba-tiba kursi roda tersebut tidak bisa digerakan sama sekali walaupun tenaga yang dikeluarkan sudah sangat maksimal. Disaat bersamaan kami sedang berusaha menggerakan kursi roda yang tidak tahu apakah ada tersangkut, saya melihat raut wajah umi yang sudah lemah, saya hanya melihat gerakan lidah dalam mulutnya seperti mengucapkan sebuah kata takbir “Alloh….Alloh….Alloh….” dan kemudian tubuhnya tergulai lemas dan raut wajahnya berubah menjadi kuning bercahaya dan ternyata pada saat itu umi kita telah meninggalkan kita semua.
Asa akan kesembuhan Umi membutakan mata kami, kami tetap memberangkatkan Umi ke RS karena kami pikir umi hanya jatuh pingsan. Sesampainya di RS dan diambil tindakan oleh dokter ternyata hasilnya Beliau sudah tidak ada. Tidak percaya tapi nyata kalau umi yang saya sayangi benar-benar telah pergi meninggalkan saya untuk selama-lamanya. Kami pun membawa umi pulang dalam perasaan yang bercampur tidak menentu. Saya masih merasa umi itu ada maka ketika rumah sakit menawarkan ambulance jenazah, saya dengan lantang menolak. Saya akan membawa jenazah umi dengan menggunakan mobil xenia yang sangat umi inginkan.
Diperjalanan pulang dari RS, saya memeluk jenazah umi. Saya berharap ini hanya mimpi dan umi terbangun disaat saya membisikan “umi bangun…..umi bangun……” tapi sampai mobil berhenti karena sudah tiba di rumah, umi tetap tidak bergemin. Disaat membuka pintu mobil di luar sudah terbaris rapi keluarga dan tetangga yang akan menyambut jenazah umi yang saya sayangi. Saya pun dibopong oleh orang yang tidak saya kenal, sambil berkata “yang sabar …..yang sabar…..ini sudah takdir Alloh”. Mendengar hal itu saya langsung bergumam dalam hati, tugas saya sebagai anak belum selesai, tidak perlu dia menerima takdir alah. Saya masih harus mengurus mengurus semua kebutuhan umi untuk yang terakhir sampai beliau tiba ke tempat peristirahatan terakhir.
Selamat jalan umi…..kini umi sudah sembuh dari sakitnya dan sudah berada di tempat yang terbaik di sisi Alloh SWT. Sekarang saya hanya bisa mendoa’kan setiap saat walaupun rindu ini masih mendera, hati ingin bertemu dan memelukmu. Berbahagialah kepada semua yang masih memiliki orang tua lengkap. Bahagiakalah mereka selama masih ada. Karena kalau mereka sudah tiada, hanya penyesalanlah yang tersisa.
Tangga…….kau menjadi saksi bisu atas kepergian umi yang saya sayangi.
Deudeuh ini mah senasib dengan eteh udh ditinggal ibu kandung trcinta, tinggal kenangan n do'a yg tercurah. Semoga semua Ibu yang telah meninggal ditempatkan di surga-Nya. Amin
ردحذفAamiiinn....htur nuhun teh hajah...:-) :-)
حذفSabar menerima takdir Allah.Hanya itulah yg bisa kita ucapkan.Semua manusia akan mati.Karenanya persiapkan amal saleh utk menghadapinya.Al-Mautu Babun Wakullunnas Dakhiluha.
ردحذفLeres pisan....htur nuhun..:-) :-)
حذفLeres pisan....htur nuhun..:-) :-)
حذفUmi udah tenang disisi-Nya, Nda yg masih diberi nafas oleh-Nya jngn lupa untuk selalu mendoakanya.
ردحذفIya teh :-) :-)...
حذفIya teh pastinya...:-) :-)
حذفإرسال تعليق