Terciduk oleh Rosipah


Di awal bulan Mei tahun 2007, aku merasa gundah gulana. Aku harus memutuskan untuk memilih salah satu dari dua hal yang menurut ku sama-sama aku sayangi. Bekerja adalah cita-citaku sejak kecil. Akan tetapi lain masalahnya setelah berkeluarga, apalagi pekerjaan pasangan yang bekerja beda kota bahkan beda pulau, ditambah lagi selalu ada rotasi ke tempat yang lebih jauh, bekerja menjadi sangat mengganggu. Di akhir bulan April aku sudah memutuskan untuk pergi ke suatu tempat dimana orang yang aku dan anaku sayangi dan rindui. Akan tetapi aku juga merasa bersalah kalau seandainya jadi pergi karena aku akan meninggalkan siswa-siswi ku yang akan menghadapi ujian nasional. Namun semua kegalauan itu aku singkirkan karena aku mendengar bahwa guru yang mengajar mata pelajaran yang diUNkan tidak boleh datang pada waktu pelaksanaan ujian.
Hari keberangkatan pun tiba. Sebelum pergi saya pergi ke madrasah tempat saya mengajar dengan menaiki ojeg. Sepanjang perjalanan pikiran ku melayang memikirkan sesorang. Hari itu aku sangat merindukannya padahal saya belum begitu akrab dengannya. Sesampainya di madrasah, aku cari dia tetapi sosok itu belum ada. Sepertinya dia belum datang karena meja dan kursinya masih kosong. Hingga bel masuk berbunyi pun sosok itu belum bisa aku jumpai juga, dan akhirnya aku harus masuk kelas karena ada jam mengajar. Di sepanjang jalan menuju kelas, yang kala itu aku harus mengajar di kelas yang dekat dengan warung Bah Obes, aku berguman apakah sosok itu akan datang hari ini. Begitupun selama mengajar di dalam kelas, aku merasa tidak tenang menengok ke luar kelas lewat pintu atau melihat keluar lewat jendela sambil berkeliling melihat pekerjaan anak-anak. Aku harap bisa melihat sosok yang aku rindukan itu. Akan tetapi aku tetap belum bisa melihatnya hingga bel pergantian pelajaran berbunyi.
Ketika aku berjalan menuju ruang guru, aku sumringah karena melihat sosok yang aku rindukan itu menuju ke arah yang sama dimana aku berjalan. Aku mempersiapkan diri untuk menyapanya. Dan akhirnya kita berpapasan pas di depan sebuah saung yang atapnya terbuat dari ijuk, tempat siswa siswi atau pun para guru untuk duduk santai. Aku menyapanya duluan dan kami pun ngobrol semi resmi sebentar,
”Bu maaf aku mau titip kelas tiga, minggu depan mereka mau ujian.”
 “Beliau menjawab, iya boleh. Emang ibu mau kemana?” dia balik nanya.
“Aku mau ke Jakarta.” Begitulah percakapan singkat kami. Aku berlalu sambil mengucapkan terima kasih. Hatiku berkecamuk karena ada sesuatu yang aku sembunyikan. Aku telah berbohong kepadanya.
Sosok yang aku rindukan hari itu adalah ibu Eneng Elis Aisah, yang sekarang aku biasa memanggilnya, Ateu. Lebih tepatnya aku tak tahu kapan kenalnya dengan beliau. Yang aku ingat kami sama-sama ditugaskan di MTs Negeri Ciranjang, pada bulan juli di tahun 2005, yang sekarang menjadi MTs Negeri 3 Cianjur. Beliau tugas pertama kali menjadi PNS, sedangkan aku mutasi dari sebuah madrasah negeri juga yang ada di kecamatan Cilaku. Kami sama-sama PNS, guru Bahasa Inggris tetapi yang berbeda beliau masih muda dan cerdas, sedangkan aku sebaliknya.
Selama mengajar kami berdua jarang ketemu, karena dulu mengajar hanya 18 Jam Pelajaran per minggu dan bisa kerja dalam 3 hari. Belum ada aturan jam kerja harus harus 37,5 jam dalam seminggu, sehingga kami bisa pulang kalau jam mengajar telah selesai. Selain itu kami mempunyai kesibukan masing-masing. Aku sibuk dengan anakku yang masih kecil sedangkan beliau sibuk dengan pendidikan magisternya dan mengajar di sebuah sekolah tinggi yang ada di Cianjur kota. Alasan-alsan  inilah yang membuat kami jarang ketemu .
Selain bu Eneng Elis, sebelum  pergi aku juga menemui dulu Bu Nining di rumahnya. Beliau dan aku akan menjadi panitia di ujian akhir semester, beliau sebagai bendahara dan aku sekertarisnya. Aku menitipkan administrasi untuk ujian semester, yang aku kerjakan jauh-jauh hari. Pikir ku supaya dalam pelarian, aku merasa tenang. Aku pun sama berbohong kepadanya, bahwa aku akan ke Jakarta. Satu orang yang aku bohongi juga adalah Bu Cucu, beliau adalah guru mata pelajaran yang sama-sama diUNkan. Jadi kami berdua sama-sama mengajar kelas 3, jadi kami janjian untuk tidak ada di sekolah kala ujian nasional berlangsung. Aku pun bilang kepadanya, bahwa aku mau tinggal di Jakarta beberapa hari.
Akhirnya aku dan anakku pergi juga. Kami  mengisi hari-hari  dengan bahagia. Aku belajar belanja ke warung dan pasar diantar suami yang sekalian pergi ke kantor. Sepulang belanja lalu belajar masak, yang tentunya setiap mau memasak aku selalu nanya resep ke teman-temen yang jago masak. Di akhir pekan kami selalu pergi keluar, acara arisan dari kantor ayahnya Icha atau hanya jalan-jalan aja ke mall, pantai atau sekedar minum teh di sebuah café.
Suatu hari ketika suami dah pergi kerja, aku dan anakku seperti biasa melakukan hobinya masing-masing. Icha nonton program kesukaannya si Entong di salah satu TV swasta, sedangkan aku mendengarkan salah satu program radio tentang lagu pop Indonesia. Aku senang mendengarkan radio untuk mengisi hari-hari ku disana. Dan aku pun merasa bangga karena yang request lagu pop Indonesia itu kebanyakan orang-orang dari sebrang Negara kita. Mereka begitu hafal dengan lagu-lagu dari penyanyi atau band Indonesia.
Ketika aku sedang asyik ikut mendendangkan lagu Nidji yang berjudul “Hapus aku”, handphone type 3310 ku berbunyi, tandanya ada SMS masuk. Aku ambil handphone ku dari atas radio dan aku jatuhkan tubuh ku ke atas kasur. Sambil berbaring diatas kasur dan bersenandung, aku lihat sms dan aku sangat terkejut, smsnya dari Guru Bahasa Inggris itu. Aku tidak langsung membaca isi smsnya, aku mulai cemas takut ada sesuatu hal dengan anak-anak. Aku membalikan badan dan sejenak aku tarik nafas sambil melihaat ke arah luar jendela kamarku. Aku memberanikan baca smsnya dan isinya itu sangat menohok, yakni kalimat yang tidak ku duga sama sekali.
“Bu masih di seberang Singapura? Kapan pulang?” Aku sangat terkejut sekali, aku setengah melemparkan hp ku keatas kasur. Aku tertawa terpingkal-pingkal. Aku bingung harus menjawab apa? Aku tidak menjawab smsnya untuk sementara waktu. Aku cek dulu seluruh anggota keluargaku, siapa yang membocorkan bahwa aku pergi ke Batam. Keluarga tidak ada yang mengaku. Dari situ aku yakin sudah pada tahu dimana keberadaan ku. Aku merasa terciduk olehnya. Aku merasa malu dan akhirnya aku membalas smsnya, mengiyakan  bahwa aku ada seberang Singapura.
Aku memutuskan untuk kembali lagi ke Cianjur pada pada hari kedua berlangsungnya Ujian Akhir Semester. Sebetulnya sebelum berangkat ke Batam Aku ingin menyudahi karir ku sebagai guru. Aku ingin mengikuti suami aja yang kerjanya berpindah-pindah. Hal ini sudah aku ungkapkan kepada pimpinan ku yang pada waktu itu bapak Syarif Hidayat, tetapi kala itu beliau melarang untuk berhenti kerja. Beliau berkata pikirkan dulu jangan terburu-buru memutuskan sesuatu itu. Apalagi ini ada hubungannya dengan masa depan. Selama berada di Batam aku banyak berdo’a meminta yang terbaik untuk keluarga kami. Dan aku pun memutuskan untuk melanjutkan karir ku sebagai guru sampai saat ini, walaupun keputusan terberat harus aku ambil. My experience is the greatest teacher!

4 Comments

  1. Alhamdulillah sekarang mh agak panjang ceritanya.

    ReplyDelete
  2. seru ceritanya and i know about bla bla bla,
    bagus euy tulisannya, aku masih membeku blm berkarya, 😁😁😁😁😆

    ReplyDelete
  3. Keputusan yang tepat walau perih.....selalu semangat Kak Ros....:-) :-)

    ReplyDelete

Post a Comment

Previous Post Next Post

Followers

Total Pageviews